Menaungi Yatim Dan Dhuafa

Menjadi Orangtua Teladan

0 8

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala. Dengan nikmat-Nya dan hidayah-Nya kita dapat beraktivitas seperti biasanya, menjalankan kewajiban- kewajiban kita sebagai hamba-Nya.

Kedua kalinya, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah menyampaikan agama yang sempurna kepada umat manusia. Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang selalu berpegang teguh dengan ajaran beliau hingga ajal menjemput.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS At-Tahrim : 6)

Sudah menjadi keinginan seluruh masyarakat dan khususnya orangtua, untuk memiliki anak yang saleh. Di mana anak yang saleh akan senantiasa berbakti dan menjadi amal jariah orangtuanya di dunia dan di akhirat.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara. Yaitu sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan, dan doa anak yang saleh.”(HR Muslim)

Akan tetapi, realitasnya pada zaman sekarang banyak sekali bermunculan beragam keluhan dari berbagai lapisan masyarakat tentang tingkah laku anak-anak mereka. Mulai dari kalangan pengangguran, penjual koran, hingga kalangan terpandang.

Orang tua banyak yang mengeluhkan kerusakan moral anak-anak mereka. Kerusakan moral tersebut semakin diperparah dengan buruknya pergaulan terhadap orang lain, dan bahkan terhadap kedua orangtua.

Semua itu membuat orangtua berkeluh kesah, sehingga di antara mereka ada yang menyalahkan lingkungan sekitar. Mereka menganggap bahwa lingkungan  hari ini dengan semuanya serba canggih dan anak-anaknya lebih cerdas daripada anak-anak masa lalu/lampau.

Sehingga, mereka lupa, bahwa yang menjadi masalah utama bukan karena kondisi zaman ini dan kecerdasan anak saja. Namun, masalahnya bisa jadi terdapat pada orangtua yaitu mereka sendiri.

Sejatinya orangtualah yang pertama kali harus mengoreksi diri dari berbagai kerusakan remaja saat ini. Demikian itu karena seorang anak ketika dilahirkan di dunia, mereka tidak mampu berbuat apa-apa. Mereka tidak mengenal dan mengetahui apa pun selain dari apa yang diajarkan oleh kedua orangtua.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengingatkan dengan sabdanya

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka ibu bapaknya yang menjadikan agamanya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas menunjukkan betapa pentingnya peran orangtua terhadap masa depan anak-anaknya. Untuk itu yang menjadi penyebab utama kerusakan anak bukan pada zaman dan kecerdasan, melainkan karena orangtuanya. Sudahkah mereka menjadi orang tua teladan yang mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang benar sesuai tuntunan syariat Islam?

Dua Keteladanan Penting Orangtua

Dalam konsep pendidikan Islam, orangtua teladan hendaknya memiliki rasa takut kepada Allah jika meninggalkan anak-anaknya dalam kondisi lemah dan jauh dari rahmat Rabbnya.

Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS. An-Nisa’: 9)

Ayat di atas menunjukkan landasan penting yang harus dipahami oleh orangtua, yakni hendaknya orangtua memiliki rasa takut terhadap masa depan keturunannya. Yaitu rasa takut yang membuatnya senantiasa berhati-hati, mawas diri, menambah ilmu, dan memperhatikan pendidikan, teman, serta pergaulan anak-anaknya.

Pada ayat di atas pula terdapat dua hal penting yang harus dimiliki oleh orangtua teladan dalam mendidik anak-anaknya, yaitu keteladanan takwa dan perkataan yang benar (jujur). Kedua hal ini merupakan keteladanan penting untuk diajarkan dan ditanamkan pada diri anak. Adapun penjelasan ringkasnya adalah sebagai berikut.

Pertama: Orangtua Teladan Harus Bertakwa

Hendaknya orangtua senantiasa bertakwa semampunya kapan pun dan di mana pun ia berada, kemudian menanamkan takwa tersebut kepada anak-anaknya. Orangtua harus paham bahwa takwa akan menghantarkan anak-anaknya menuju derajat yang tinggi, baik di dunia, terlebih di akhirat.

Takwa sendiri merupakan kata yang singkat, namun mengandung makna yang sangat luas. Makna-makna tersebut merujuk pada satu konsep, yaitu melaksanakan semua perintah Allah Ta’ala dan menjauhi seluruh larangan-Nya.

 

Sehingga hamba yang bertakwa adalah mereka yang menjauhi seluruh larangan-larangan Allah dan sekuat tenaga menjalankan perintah-perintah-Nya.

Terkait dengan makna takwa yang sebenarnya, Ali bin Abi Thalib radhiyalllahu ‘anhu pernah menerangkan dengan ungkapannya,

الخَوْفُ مِنَ الْجَلِيْلِ، وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ، وَالْقَنَاعَةُ بِالْقَلِيْلِ، وَالْاِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ

“Takut kepada Allah Yang Mahamulia, mengamalkan dengan apa yang diturunkan yakni al-Quran dan as-sunah, merasa cukup dengan yang sedikit, dan mempersiapkan diri untuk hari perjalanan.” (Muhammad bin Yusuf asy-Syami, Subul al-Huda wa ar-Rasyad).

Kedua: Orangtua Teladan Harus Jujur

Hendaknya orangtua selalu mengucapkan perkataan yang benar dan jujur kepada anak-anaknya. Yaitu jujur baik secara hati, lisan, maupun perbuatan. Kemudian menanamkan akhlak mulia tersebut kepada anak-anak mereka.

Kejujuran merupakan salah satu pokok akhlak mulia dan adab yang harus senantiasa ditanamkan pada diri seorang anak. Bahkan menanamkan akhlak mulia dan adab lebih diutamakan daripada suatu ilmu tertentu.

Sebagaimana ungkapan para ulama ketika menafsirkan firman Allah dalam Surat At-Tahrim ayat 6,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”

Ulama dari kalangan sahabat seperti Ali bin Abi Thalib mengatakan “Didiklah mereka dengan adab dan ajarkan mereka dengan ilmu.” (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-’Adzim).

Kemudian Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu pun pernah menguatkan makna tafsiran tersebut dengan ungkapannya, “Taaddabu tsumma ta’allamu” yang artinya adalah pelajarilah adab, kemudian pelajarilah ilmu. (Abdul Qadir Al-Jilani, Al-Ghunyah Li Thalibi Thariq Al-Haq).

Dengan demikian, dapat kita tarik kesimpulan bahwa tanggung jawab pendidikan anak itu sebenarnya berada di Pundak orangtua. Sehingga para orangtua yang harus pertama kali mengoreksi diri jika terjadi kerusakan pada anak-anaknya.

 

Kemudian Al-Quran telah memberikan landasan dan prinsip pokok orangtua teladan yang dapat melahirkan generasi terbaik, yaitu hendaknya orangtua memiliki rasa takut kepada Allah dan memberikan keteladanan yang baik berupa ketakwaan dan kejujuran.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Furqan Ayat : 74)

Demikian materi bulletin bulan ini, semoga kita menjadi orangtua teladan di zaman yang serba modern. Semoga Allah Subhanahu wata’ala mengaruniakan kepada kita semua anak yang saleh lagi bermanfaat untuk umat manusia secara umum dan khususnya untuk umat Islam. Amin, ya Rabb.

Sumber : dahwah(dot)id

Editor  : CS Darul Aitam 0822 2050 5544

Leave A Reply

Your email address will not be published.